Rabu, 25 Agustus 2010

Ternyata ! Cinta Itu (Emang) Buta (Tabloid Gaul-www.vivanews.com)

Love is blind, cinta itu buta. Pepatah ini mungkin ada benarnya, seperti hasil penelitian yang dilakukan tim dari Rutgers University, Amerika Serikat. Rupanya, pada saat jatuh cinta, otak akan keliatan seperti kembang api. Area ventral striatum dan ventral tegmental, yang letaknya ada di pusat otak akan menyalakan neurotransmitter dopamine dan norepinefrin, dan mengubahnya menjadi sebuah tindakan. Proses ini bikin seseorang punya rentang perhatian yang pendek, merasa bahagia dan munculin kerinduan terhadap hasratnya.

Penelitian yang dilakukan antropologi biologi Helen Fisherd dari Rutgers University pada tahun 2005 itu menganalisa otak 17 cowok dan cewek yang sedang jatuh cinta. Hasilnya nunjukin aktivitas yang sama seperti waktu otak kecanduan kokain. Selain itu, mereka yang dites juga cenderung menunjukkan hasrat sama orang yang sebenarnya nggak terlalu mereka sukai. Tapi, di bawah pengaruh kenikmatan monoamina dan dopamine hal itu terabaikan. “Setelah kamu suka sama seseorang, maka itu akan memicu sistem dalam otak untuk jatuh cinta, cinta itu buta, tidak diragukan lagi,” kata Fisherd, yang juga menulis buku Why Him? Why Her?.

Sekali orang jatuh cinta, mereka akan dipengaruhi “sistem penghargaan otak” sampai neurotransmitter oksitosin dan vasopressin, yang berhubungan dengan ikatan perasaan jangka panjang menimbulkan efek menenangkan dan stabil. Tapi, sebelum dopamine bekerja, orang membutuhkan kekuatan lebih banyak untuk memutuskan siapa yang akan menerima cinta mereka. “Cinta itu buta saat seseorang telah menemukan pilihannya, tapi tidak begitu buta saat sedang membuat pilihan,” lanjut Fisherd.

Namun, meurut Fisherd, dalam memilih pasangan hidup, seseorang cukup pragmatis. Secara sadar orang akan memilih pasangan yang datang dengan latar belakang sosial-ekonomi, etnisitas, pendidikan, dan level yang sama. Jadi, ketika kita sedang mencari cinta, kita dapat menolak ketika tidak ada kesamaan. Jadinya, kita nggak bakalan jatuh cinta sama sembarang orang.

Gen Rahasia Panjang Umur Ditemukan (Tabloid Gaul-www.inilah.com)

Sebuah penelitian ngungkapin kalo umur panjang nggak berhubungan sama gaya hidup, tapi tergantung sama tipe gen, asalkan punya DNA yang tepat. Dari penelitian gen orang-orang yang hidup lebih dari seratus tahun dan keluarga mereka, ditemuin fakta kalo terjadi sedikit mutasi yang dipercaya para ilmuwan memberikan proteksi tambahan buat ngelawan penyakit di umur tua. Hal ini sama kayak proteksi ngelawan efek dari gaya hidup yang nggak sehat yang dipercaya dapat ngebunuh manusia lebih awal.

Eline Slagboom dari Leiden University, yang mimpin penelitian ini pada 300 orang berusia sangat tua di Belanda, baru-baru ini menerbitkan studi yang nunjukin bagaimana fisiologi orang dari keluarga yang hidup lebih lama punya perbedaan dari individu normal. “Orang yang hidup di usia tua memiliki metabolisme lemak dan glukosa yang berbeda, kulit mereka bertambah umur begitu lambat dan mereka memiliki prevalensi rendah sama penyakit jantung, diabetes, darah tinggi. Faktor ini semua berada di bawah kontrol genetis yang kuat, sehingga kita dapat melihat di fitur yang sangat sama dari anak para orang yang sangat tua,” kata Eline.

Gen berumur tua itu namanya gen Methuselah, diambil dari nama orang paling tua yang hidup sampai umur 969 tahun. Dipercaya, Methuselah punya gen ADIPOQ, sebuah gen yang berhubungan dengan metabolisme. Gen ini juga ditemukan di 10% orang muda dan 30% di orang-orang yang hidup di atas 100 tahun.

Diharapkan, penemuan ini memungkinkan para peneliti untuk menemukan obat anti tua yang akan memperlambat proses penuaan. Jika ini terjadi, obat-obatan dapat menjadi keunggulan para industri farmasi, karena penundaan tanda atau gejala tua begitu digemari di seluruh dunia dan orang-orang rela menghabiskan triliunan rupiah setiap tahunnya.

Dr. David Germs, peneliti umur panjang di University College London, percaya bahwa pengobatan ini akan menyebar. “Jika kita mengetahui gen yang mengontrol lama hidup, maka kita dapat menemukan protein apa saja yang dapat membuat dan menargetkan gen ini dalam obat-obatan. Dan mungkin saja ini dapat digunakan untuk memperlambat penuaan,” kata Germs.

Rahasia Kekuatan Doa (Reader’s Digest Indonesia)

Saat semua usaha telah optimal dilakukan, harapan terakhir bertumpu pada sebait doa agar terkabul keinginan.

Agar memiliki doa yang efektif, seseorang harus melaksanakan sejumlah hal:

1. Kembali kepada Tuhan.
2. Jangan berdoa terburu-buru.
3. Akrab dengan Tuhan. Kita yakin dan tahu, Tuhan dapat selalu diandalkan. Doa adalah soal keyakinan.

Sungguhkah doa hanya punya fungsi sesederhana itu?

Doa bukan sekadar dikabulkan atau tidak.

1. Doa mengandung kekuatan pikiran yang lebih besar dibanding kalau kita tidak berdoa.
2. Doa itu menentramkan dan mampu memberi ketenangan bagi jiwa.
3. Doa membentuk sistem keyakinan kita.

Nah, urusan dikabulkan dan ditolaknya doa merupakan hak prerogatif Tuhan. Jangan sampai anda malah melempem dan berpikiran negative. Tetap semangat aja, dan be a better person with it!

Nyenyak, Aman Dan Sehat (Reader’s Digest Indonesia)

Masih jengkel dengan nyamuk yang setiap malam mengganggu tidur anda? Buang obat antinyamuk semprot, oles atau elektrik anda, ganti dengan cara yang lebih aman dan sehat, seperti yang berikut ini:

1. Memastikan ventilasi dan pencahayaan alami rumah anda cukup. Sebab, nyamuk menyukai tempat lembap, dingin dan gelap.
2. Mencegah air menggenang, menguras bak mandi minimal seminggu sekali.
3. Menggantung baju di lemari, jangan di belakang pintu kamar. Berilah kamper untuk mencegah nyamuk.
4. Memasang tirai atau kasa nyamuk pada lubang ventilasi, jendela dan pintu.
5. Memangkas tanaman yang terlalu rimbun. Anda bisa juga mencoba menanam tumbuhan pengusir nyamuk seperti lavender, geranium, akar wangi, zodia atau juga selasih.
6. Memasang kelambu di tempat tidur anda. Di pasaran kini sudah dijual kelambu yang lebih praktis, mudah dibersihkan dan tidak membuat gerah.

Tak Ada Obat Yang Aman (Reader’s Digest Indonesia)

Itu peringatan buat kita semua. Pada dasarnya, sekecil apapun dosis obat, tetap ada resiko negatifnya.

“Bahkan, obat yang mengklaim dirinya paling aman sekalipun, masih bisa membuat kita tersedak,” kata Tuning Nina, Kepala Sub Direktorat Pengawasan Penandaan dan Promosi Produk Terapeutik dan Produk Kesehatan Rumah Tangga Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Jadi, mengapa diizinkan beredar? Menurut Tuning, itu berhubungan dengan risk benefit. “Izin edar diberikan untuk obat yang resikonya rendah dan efek sampingnya mudah diatasi,” jelas Tuning.

Pernyataan “tak ada obat yang aman” diamini kolumnis dan penulis dr. Handrawan Nadesul. Menurutnya, semakin tinggi dosis obat yang kita minum, semakin berat tubuh menanggung efek samping obat tersebut. Memang, imbuhnya, gejala penyakit akan cepat sembuh, tapi tidak menyembuhkan sumber penyakitnya. “Tubuh membutuhkan waktu untuk sembuh secara bertahap. Dan untuk itu, dosis obat yang rendah lebih menguntungkan kita,” katanya.

Handrawan menyarankan agar masyarakat lebih kritis terhadap dokter yang memberikan ‘resep keras’ alias resep berisi banyak obat (multifarmasi) yang kadang sebenarnya tidak kita butuhkan, atau dosis obat yang dilebihkan. “Termasuk lebih kritis terhadap diri sendiri dalam menyikapi obat-obat yang akan dikonsumsi,” katanya.

Inilah yang harus kita perhatikan tentang obat dan penggunaannya:

1. Menjadi racun bila tidak tepat alamat dan salah menggunakannya.
2. Seenteng-entengnya obat, tetap saja mempunyai efek samping.
3. Tidak memperlakukan obat sebagai kacang goreng. Artinya, jangan asal beli obat.
4. Berhenti minum obat jika tidak memberikan kesembuhan atau penyakit malah makin progresif.
5. Penggunaan antibiotika harus dihabiskan dan tidak membeli separuh resep.

Mengapa Bisa Membaui Aroma, Walau Jauh Dari Sumbermya? (Reader’s Digest Indonesia)

“Satu, karena tiap materi di dunia terdiri dari partikel,” jawab Ir. Muljadi, peneliti bidang material dan lingkungan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fisika. Partikel halus tak kasat mata ini bisa terbawa dan menempel di suatu media, termasuk hidung, yang juga tersusun dari partikel.

“Sesama partikel itu pun saling menempel sehingga hidung dapat membauinya, meski tak lagi dekat dengan sumber,” jelasnya.

Selain itu, dua parameter yang memungkinkan aroma bisa tercium: jarak dengan sumber, lalu arah dan kecepatan angin. Konsentrasi partikel terkuat terletak di sumber hingga satu meter, yaitu 5.000 partikel per meter persegi. Lebih dari itu, kepekatan partikel akan berkurang dengan pertambahan jarak, dengan asumsi arah dan kecepatan angin tak berubah. Jika arah angin sama dengan arah perjalanan dan disertai tingginya kecepatan angin, aroma itu masih mungkin bisa dibaui dalam beberapa meter. sebaliknya, bila tidak sesuai arah angin, aroma itu bisa tak tercium, meski berada tepat di sumber.

Benarkah Membunyikan Ruas Jari Berakibat Buruk? (Reader’s Digest Indonesia)

“Selama tidak mengalami kerusakan rawan sendi dan ligamen yang menyebabkan nyeri, seperti pengapuran dan rematik, membunyikan rawan sendi, seperti pada ruas jari, dikatakan tidak berbahaya,” jelas dokter spesialis orthopedi untuk masalah-masalah persendian, dr. Andito Wibisono, SpOT.

“Justru terapi tradisional menggunakan teknik ini karena menimbulkan rasa rileks dan mengembalikan elastisitas ligamen yang sebelumnya terasa kaku,” lanjutnya.

Sementara itu, mitos bahwa ruas jari akan bertambah besar, jika sering dibunyikan, menurut dr. Andito, tidak berdasar.

“Kalau fungsi sendi tetap baik dan tidak nyeri, berarti anatomi ruas jarinya memang besar,” katanya lagi.

Yang berbahaya justru rasa nyeri bila ruas jari tidak berbunyi saat ditekan untuk dibunyikan. Ini menjadi indikasi adanya kemungkinan terjadinya penyakit yang bisa merusak rawan sendi dan ligamen, semisal asam urat, rematik dan pengapuran. Selain itu, berhubung masalah di jari cenderung muncul pada usia 40 hingga 50 tahun, dr. Andito, menyarankan untuk berhati-hati membunyikan jari-jari anda saat usia tersebut.