Selasa, 01 November 2011

Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Anak-Leukimia

1.1    Konsep Dasar Gangguan Hematologi Leukemia

A.  Definisi
Ø Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau multipikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
Ø Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik.
Ø Leukemia adalah suatu pertumbuhan ganas dari pada leukosit. Peningkatan ini demikian besarnya, kadang-kadang melebihi 200.000-300.000 mm3 setiap mm3 darah. Jadi bersifat tumor ganas (kanker darah). Leukemia dapat menyerang semua tingkatan umur.
Ø Leukemia adalah suatu penyakit yang bersifat neoplastisch, yaitu timbulnya pertumbuhan baru yang berjangkit dalam organ-organ yang haemopaetisch (organ yang membentuk darah) dengan causa yang tidak diketahui, yang mana terjadi suatu proliferasi dari sel-sel darah putih.
Ø Ada berbagai klasifikasi leukemia berdasarkan perjalanan penyakitnya (akut atau kronis), morfologi sel (sesuai dengan 5 macam sistem hemopoetik dalam sumsum tulang, yaitu sistem eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limfopoetik, dan retikulosis), dan jenis sel.

B.  Etiologi
Di antara jenis-jenis leukemia tersebut, LLA adalah yang banyak terjadi pada anak-anak. Tidak ada batasan waktu yang pasti antara terjadinya leukemia akut dan kronik. Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah merah yang masih muda) dari sumsum tulang yang dapat berasal dari sistem myeloid maupun sistem limfosit. Leukemia tergolong kronik bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Netty Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia congenital, yaitu leukemia yang ditemukan pada bayi berumur 4 minggu atau bayi yang lebih muda. Leukemia yang dimaksudkan dalam bahasan ini sebagai leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini (blastosit) mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalan fungsi sumsum tulang. Di samping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah melakukan infilarasi ke organ-organ (FK UNAIR, 1990).
Penyebab LLA sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Diduga bahwa faktor infeksi, virus, kimia, radiasi, dan obat-obatan imunosupresif dapat mempengaruhi leukemia. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi sebagai pemicu kanker. Faktor keturunan juga diduga dapat mempengaruhi timbulnya kanker. Pemaparan sinar X pada ibu hamil muda dapat menimbulkan risiko terkenanya kanker pada janin yang dikandungnya.
Jika penyebab leukemia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam  tubuh  manusia  jika  struktur  antigen  virus  tersebut  sesuai  dengan  struktur  antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.

C.  Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya  berakhir  fatal.  Leukemia  dikatakan  penyakit  darah  yang  disebabkan  karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah  tetapi  yang  dihasilkan  adalah  sel  darah  yang  tidak  normal  dan  sel  ini  mendesak pertumbuhan sel darah normal. Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1)      Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2)      Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan Vaskuler.  Destruksi  seluler  diakibatkan  proses  infiltrasi  dan  sebagai  bagian  dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
 Klasifikasi leukemia dibagi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok-agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit  ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada  morfologis diferensiasi sel  dan pematangan sel-sel leukemia predominan  di dalam sumsum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Klasifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi  klinik, prognosis dan pengobatannya.Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia limfositik, terutama akut menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun. 
Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting.  Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot.  Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat , khususnya agen alkil.  Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.
Leukemia akut baik granulositik atau mielositik  merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983).  Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea.  Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mungkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.
Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa.  Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur -unsur sumsum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan.   Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler  sumsum tulang belakang.A.  Klasifikasi Leukemia
Tempat pembuatan leukosit yaitu sumsum tulang, kelenjar getah bening, dan hati. Sel-sel darah putih terdiri dari :
1.    Myelocyt (granulocyte), terbentuknya di dalam sumsum merah. Jumlahnya 70% dari jumlah sel darah merah. Myelocyt dibagi atas eosinophil, basophyl, dan neutrophyl.
2.    Lymphocyte, dibuat di dalam kelenjar getah bening (lymphe) dan di sumsum tulang merah.
3.    Monocyt, terbentuknya di sumsum tulang, pembuluh lymphe, limpa, dan hati.
Pembagian leukemia ditinjau dari type sel-selnya, terdiri dari myeloid leukemia, myeloblast (basophyl), myelocytair (lymphoid), eosinophil (monocytair). Sedangkan ditinjau dari perubahan darah perifer, terdiri dari :
1.    Leucaemische-leukemia, yaitu leukemia, di mana proliferasi dan hyperplasi dari sel-sel yang bersangkutan tampak dalam darah perifer. Dalam hal ini jumlah leukosit sekitar 50.000-100.000. myeloid dan lymphoid (sel muda).
2.    Aleucaemische-leukemia, yaitu proses leukemia di mana proliferasi dan hyperplasi tidak tampak dalam darah perifer. Jumlah leukosit di bawah 15.000.
3.    Subleucaemische-leukemia, yaitu di mana jumlah leukosit di bawah 15.000 tetapi proliferasi dan hyperplasi tampak dalam darah perifer.
Berdasarkan morfologik sel, terdapat lima golongan besar leukemia sesuai dengan lima macam sistem hemopoietik dalam sumsum tulang, yaitu :
1.    Leukemia sistem eritropoietik; mielosis eritremika atau penyakit di guglielmo.
2.    Leukemia sistem granulopoietik; leukemia granulositik atau mielositik.
3.    Leukemia trombopoietik; leukemia megakariositik.
4.    Leukemia sistem limfopoietik; leukemia limfositik.
5.    Leukemia RES; retikuloendoteliosis yang dapat berupa leukemia monositik, leukemia plasmositik (penyakit Kahler), hiastiositosis, dan sebagainya.
Ditinjau dari cara berlangsungnya (pembagian menurut klinis), terdiri dari :
1.    Leukemia akut, yaitu terjadi pada orang tua.
2.    Leukemia kronis, yaitu terjadi pada orang muda.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, leukemia dapat dibagi menjadi :
1.    Leukemia Lymphoblastic Akut (LLA); LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun, LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
2.    Leukemia Myeloblastic Akut (LMA); LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
3.    Leukemia Lymphoblastic Kronik (LLK); LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50-70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
4.    Leukemia Myeloblastic Kronik (LMK); LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak sel normal  dibanding  bentuk  akut,  sehingga  penyakit  ini  lebih  ringan.  LMK  jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,  peningkatan  leukosit  kadang  sampai  jumlah  yang  luar  biasa,  limpa membesar.

B.  Tanda Dan Gejala Leukemia
Gejala-gejala leukemia adalah sebagai berikut.
1.    Pembuatan sel-sel leukosit yang berlebihan menyebabkan :
a.    Pembuatan sel darah merah tertekan dengan akibat anemia hebat, lemah, pucat, cepat lelah, jantung berdebar, sesak napas.
b.    Trombosit berkurang dengan akibat (thrombopenie) mudah timbul perdarahan, mudah infeksi karena kondisi badan sangat lemah.
2.    Pengrusakan dan pembuatan sel-sel darah yang berlebihan menyebabkan :
a.    Pembesaran kelenjar lymphe.
b.    Splenomegaly.
c.    Hepatomegaly.
3.    Sering timbul luka-luka pada mulut dan bengkak-bengkak pada tubuh.
4.    Anemia, disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang  memproduksi  sel  darah  merah.  Ditandai  dengan  berkurangnya  konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
5.     Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi, disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena  leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
6.     Perdarahan, tanda-tanda  perdarahan  dapat  dilihat  dan  dikaji  dari  adanya  perdarahan  mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
7.     Penurunan kesadaran, disebabkan  karena  adanya  infiltrasi  sel-sel  abnormal  ke  otak  dapat  menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
8.    Penurunan nafsu makan.
9.    Kelemahan dan kelelahan fisik.

C.  Gambaran Klinis
1.    Anak kelihatan pucat.
2.    Demam.
3.    Anemia.
4.    Perdarahan: ptechie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi.
5.    Kelemahan.
6.    Nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
7.    Purpura.
8.    Pembesaran hepar dan lien.
9.    Gejala tidak khas: sakit sendi atau tulang karena infiltrasi sel-sel ganas.
10.    Jika terdapat infiltrasi ke dalam susunan saraf pusat, dapat ditemukan tanda meningitis.
11.    Peningkatan cairan cerebrospinal mengandung protein.
12.    Penurunan glukosa.

D.  Pemeriksaan Diagnostik
Diagnose ditentukan dengan melakukan punctie sumsum tulang (sternum punctie). Dalam pemeriksaan ini akan terlihat sel-sel patologisch. Penderita leukemia jumlah leukosit 10.000-30.000 mm3, terdapat hyperplasi dan proliferasi dari sel-sel darah putih. Sedangkan leukositosis, jumlah leukosit meningkat tetapi tidak lebih dari 10.000 dan tidak ada proliferasi maupun hyperplasi.
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang  kadang-kadang  menyebabkan  gambaran  darah  tepi  monoton  dan  terdapat  sel  blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia). Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pemeriksaan  biopsi  limfa  memperlihatkan  proliferasi  sel  leukemia  dan  sel  yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell. 70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1). 50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
1.    Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid.
2.    Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a).
3.    Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
4.    Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom  normal,  dari  bentuk  yang  sangat  besar  sampai  yang  sangat  kecil. Untuk  menentukan  pengobatannya  harus  diketahui  jenis  kelainan  yang ditemukan.  Pada  leukemia  biasanya  didapatkan  dari  hasil  darah  tepi  berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari  sumsum  tulang  dengan  menggunakan  mikroskop  elektron  akan  terlihat adanya sel patologis.

E.  Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada pasien leukemia diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Bila terjadi perdarahan dan menyebabkan anemia, maka perlu diberi transfuse darah.
2.    Obat-obat antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
3.    Dengan penyinaran ditujukan pada tempat pembuatan leukosit.
4.    Obat-obat roborantia seperti vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin B12.
Sedangkan perawatan pada pasien leukemia diantaranya yaitu :
1.    Istirahat di tempat tidur (bedrest).
2.    Penderita diberi kumur-kumur untuk mencegah stomatitis, bau busuk.
3.    Dijaga kebersihan mulutnya.
4.    Makanan yang diberikan lunak atau cair tetapi cukup vitamin, protein, dan hidrat arang.
Program terapi dan pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1.    Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan :
a.    Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
b.    Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2.    Pengobatan spesifik terutama  ditunjukkan  untuk  mengatasi  sel-sel  yang  abnormal.  Pelaksanaannya tergantung  pada  kebijaksanaan  masing-masing  rumah  sakit,  tetapi  prinsip  dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a.    Induksi untuk mencapai remisi; obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk  mengurangi  sel-sel  blastosit  sampai  5%  baik  secara  sistemik  maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
b.    Intensifikasi,  yaitu  pengobatan  secara  intensif  agar  sel-sel  yang  tersisa  tidak memperbanyak diri lagi.
c.    Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat.
d.   Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
3.    Pengobatan imunologik, bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus-menerus.

Fase pelaksanaan kemoterapi, yaitu :
1.    Fase Induksi; dimulai  4-6  minggu  setelah  diagnosa  ditegakkan.  Pada  fase  ini  diberikan  terapi kortikosteroid  (prednison),  vineristin,  dan  L-asparaginase.  Fase  induksi  dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2.    Fase profilaksis sistem saraf pusat; pada  fase  ini  diberikan  terapi  methotrexate,  cytarabine,  dan  hydrocortison  melalui intratekal  untuk  mencegah  invasi  sel  leukemia  ke  otak.  Terapi  irradiasi  kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3.    Konsolidasi; pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi  jumlah  sel-sel  leukemia  yang  beredar  dalam  tubuh.  Secara  berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.  Jika  terjadi  supresi  sumsum  tulang,  maka  pengobatan  dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.


.


2.2Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Hematologi Leukemia

A.  Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji adalah data-data yang didapatkan pada anak berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang dan adanya infilarasi ke organ lain, sebagai berikut.
1.      Usia
2.      Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah mengakibatkan berbagai keluhan dan gejala, yaitu :
1)      Anemi; anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak napas. Anemi terjadi karena sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah.
2)      Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi; adanya penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh, karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal. Konsekuensi dari semuanya itu adalah tubuh akan mudah terkena infeksi yang bersifat local ataupun sistemik, dan kejadian tersebut sering berulang. Suhu tubuh yang meningkat disebabkan karena adanya infeksi kuman secara sistemik (sepsis). Tanda-tanda infeksi tersebut harus diwaspadai karena pada anak yang menderita leukemia, tidak ditemukan tanda-tanda yang spesifik pada tahap awalnya.
3)      Perdarahan; tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaksis), atau perdarahan bawah kulit yang disebut petekia (petechie). Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma, bergantung pada kadar trombosit dalam darah. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
3.      Adanya sel-sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ tubuh lain dapat mengakibatkan :
1)      Nyeri pada tulang atau persendian; adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke sistem muskuluskeletal membuat anak merasa nyeri pada persendian terutama apabila digerakkan.
2)      Pembesaran kelenjar getah bening; selain tulang belakang, kelenjar getah bening merupakan salah satu tempat pembentukan limfosit yang mempunyai salah satu fungsi sebagai mekanisme pertahanan diri. Limfosit merupakan salah satu bagian dari leukosit. Adanya pertumbuhan sel-sel darah abnormal pada sumsum tulang mengakibatkan kelenjar getah bening mengalami pembesaran karena infiltrasi sel-sel abnormal dari sumsum tulang. Pembesaran kelenjar getah bening dapat diamati atau palpasi karena yang letaknya superficial.
3)      Hepatosplenomegali; lien atau limpa juga merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah ketika bayi berada dalam kandungan. Apabila sumsum tulang mengalami kerusakan, lien dan hepar akan mengambil alih fungsinya sebagai pertahanan diri. Sebagai kompensasi dari keadaan tersebut, lien dan hepar akan mengalami pembesaran.
4)      Penurunan kesadaran; adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
4.      Dikaji data-data yang tidak spesifik yang dialami oleh anak-anak yang sakit, misalnya :
1)      Pola makan; biasanya mengalami penurunan nafsu makan (anorexia).
2)      Kelemahan dan kelelahan fisik.
3)      Pola hidup; terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi bahan makanan yang tergolong karsinogenik, yaitu makanan yang berisiko mempermudah timbulnya kanker karena mengandung bahan pengawet/kimia, misalnya makanan kalengan atau tinggal di lingkungan yang banyak polutannya.
4)      Apabila pasien yang dikaji sedang dalam pemberian sitotastika, perlu diperhatikan efek samping yang kemungkinan timbul, seperti rambut rontok, stomatitis, atau kuku yang menghitam.
5.      Penunjang diagnosis; pemeriksaan yang sering dilakukan adalah :
1)      Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil :
a)      Hb dan eritrosit menurun.
b)      Leukosit normal, menurun, atau meningkat.
c)      Trombosit menurun (trhrombositopeni) dan kadang-kadang jumlahnya sangat sedikit.
d)     Hapusan darah hormokrom, normasiter, dan hamper selalu dijumpai blastosit yang abnormal.
2)      Pemeriksaan sumsum tulang (boneage) bagi anak yang diduga menderita leukemia mutlak dilakukan. Hasil pemeriksaan hamper selalu penuh dengan blastosit abnormal dan sistem hemopoitik normal yang terdesak.
6.      Program terapi; pengobatan terutama ditujukan untuk dua hal (Netty Tejawinata, 1996), yaitu :
1)      Memperbaiki keadaan umum, dengan tindakan :
a)      Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm3, maka diperlukan tranfusi trombosit.
b)      Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2)      Pengobatan spesifik, terutama ditujukan untuk mengatasi sel-sel abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
a)      Induksi untuk mencapai remisi; obat yang diberikan untuk mengatasi Ca (kanker) sering disebut dengan sitotastika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5%, baik secara sistemik maupun intratekal, sehingga dapat mengurangi gejala-gejala yang tampak.
b)      Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
c)      Mencegah penyebaran ke sistem syaraf pusat; untuk itu obat diberikan secara intratekal.
d)     Terapi rumatan (pemeliharaan); dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.Data penunjang :
Ø Penghitungan  sel darah :
·      Normocitic, normokromik anemia.
·      Hb < 10 g/100 ml.
·      Retikulosit :  rendah.
·      Platelet count : < 50.000/mm.
·      WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia.
·      PT/PTT memanjang.
·      LDH meningkat.
·      Serum asam urat dalam urine : meningkat.
·      Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
·      Serum tembaga : meningkat.
·      Serum Zinc : menurun.
·      Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel.
·      Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien.
·      Lymp node biopsy : tampak pengecilan.
Contoh data pengkajian lain adalah sebagai berikut.
1.      Anamnesa :
a.       Identitas.
b.      Keluhan utama.
c.       Riwayat kesehatan sekarang.
d.      Riwayat kesehatan yang lalu.
e.       Riwayat kesehatan keluarga.
2.      Pemeriksaan fisik :
a.       Aktivitas; gejala kelelahan (+), malaise (+), kelemahan (+). Tanda terdapat kelemahan otot, tingkat kesadaran somnolen.
b.      Sirkulasi; gejala palpitasi (+). Tanda terdapat takikardi, membrane mukosa pucat.
c.       Eliminasi; gejala diare (+), nyeri (+), feses hitam (+), darah pada urin (+), penurunan haluaran urine (+).
d.      Makanan/cairan; gejala anoreksia (+), muntah (+), penurunan berat badan (+), disfagia (+). Tanda terdapat distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
e.       Integritas ego; gejala terdapat perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Tanda depresi, ansietas, marah.
f.       Neurosensori; gejala terdapat penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan. Tanda aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g.      Nyeri/kenyamanan; gejala nyeri abdomen (+), sakit kepala (+), nyeri tulang/sendi (+), kram otot (+). Tanda gelisah, distraksi.
h.      Pernafasan; gejala nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal. Tanda dispnea, takipnea, batuk.
i.        Keamanan; gejala riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.

A.  Diagnosis/Masalah Keperawatan
1.      Diagnosis medis : dugaan (suspect) leukemia.
2.      Masalah keperawatan yang sering timbul adalah :
1)      Mudah timbul infeksi.
2)      Risiko perlukaan/ perdarahan.
3)      Nutrisi kurang dari kebutuhan.
4)      Gangguan konsep diri.
5)      Risiko timbul efek samping akibat kemoterapi.
6)      Intoleransi aktivitas.
7)      Kelebihan volume cairan.
8)      Kerusakan integritas kulit.
9)      Nyeri.
10)  Risiko kekurangan cairan.
11)  Gangguan perfusi jaringan.
Diagnosis keperawatan yang mungkin timbul pula antara lain.
a.    Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
b.   Resiko tinggi devisit cairan berhubungan dengan kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam.
c.    Nyeri berhubungan dengan pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
d.   Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
e.    Kurangnya pengetahuan  tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, atau misinterprestasi.

B.  Intervensi/Rencana Tindakan Keperawatan
Apabila terdapat data-data yang menjurus ke leukemia, anak harus dirujuk segera untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Untuk perencanaan tindakan bagi masing-masing masalah di atas yang mungkin timbul dapat dibaca pada Essentials of Pediatric Nursing oleh Donna L. Wong, hal. 884-889.
Sedangkan perencanaan tindakan yang diperlukan secara umum untuk membantu mengurangi masalah yang mungkin dialami oleh anak yang menderita leukemia adalah :
1.      Hindari trauma dan resiko perdarahan. Sedapat mungkin hindari tindakan yang menimbulkan trauma atau perdarahan, misalnya sering mengganti infus atau injeksi yang berulang kali. Rendahnya kadar trombosit dalam darah memudahkan terjadinya perdarahan baik secara spontan atau karena trauma. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
a.       Apabila anak harus diinjeksi, gunakan jarum dengan ukuran kecil.
b.      Gunakan sikat gigi yang lembut dan hindari pengambilan suhu serta pengobatan melalui anus.
c.       Observasi tanda-tanda perdarahan pada kulit dan selaput mukosa.
d.      Lakukan mobilisasi secara hati-hati.
2.      Tingkatkan daya tahan tubuh; daya tahan tubuh cenderung menurun pada anak yang menderita leukemia. Sementara itu, pemberian sitostatika tetap harus dilakukan. Salah satu syarat pemberian sitostatika adalah bahwa kondisi tubuh harus stabil dan tidak sedang sakit. Oleh karena itu, daya tahan tubuh tetap harus dijaga. Apabila anak mengalami infeksi saluran napas atau infeksi lainnya, segera bawa anak ke dokter agar mendapat penanganan yang benar.
3.      Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein secara mencukupi dan bervariasi. Biasanya anak sulit makan. Oleh karena itu, makanan dapat disajikan dengan menggunakan alat-alat makan yang menarik, dalam porsi kecil tetapi sering dan bervariasi. Apabila perlu, berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian suplemen vitamin.
4.      Anjurkan pada orang tua agar anak memperoleh cukup istirahat. Orang tua juga perlu menciptakan lingkungan yang menyenangkan, tenang, dan cukup ventilasi yang sangat diperlukan.
5.      Jauhkan anak dari lingkungan yang terinfeksi, misalnya, daerah dengan wabah tertentu atau anggota keluarga yang menderita sakit.
6.      Apabila anak mengalami tanda-tanda infeksi, seperti infeksi saluran napas, sedapat mungkin segera disembuhkan agar keadaan tidak memburuk.
7.      Observasi tanda vital dan efek samping sitostatika. Pemberian sitostatika ditujukan untuk menekan pertumbuhan sel-sel abnormal. Pada kenyataannya, hal tersebut juga memberikan reaksi pada sel-sel normal, terutama sel-sel epitel yang mempunyai proliferasi tinggi, sehingga akan mudah mengalami kerusakan. Selain itu, juga akan timbul neuritis (nyeri saraf perifer). Efek yang tampak pada sel epitel adalah rambut rontok, mukosa bibir pecah-pecah, dan mual muntah.
8.      Pendidikan kesehatan, diantaranya adalah sebagai berikut.
1)      Komunikasi petugas dengan anak dan keluarganya merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Penjelasan mengenai keadaan anak yang sebenarnya serta penanganannya perlu diinformasikan, agar orang tua dapat mempersiapkan fisik dan mentalnya. Demikian pula harus diinformasikan mengenai pengobatan sitostatika yang dilaksanakan sesuai protokol dan tidak boleh putus di tengah jalan karena obat yang telah diberikan akan percuma.
2)      Orang tua perlu diberi harapan bila berobat pada stadium dini, yaitu bahwa penyakitnya bisa sembuh total tetapi memerlukan pengobatan dalam waktu yang cukup lama, sekitar 2-3 tahun.
3)      Selama pemberian sitostatika, agar berjalan sesuai protocol, maka anak harus dijaga kondisi tubuhnya.
4)      Memberikan informasi sejak awal mengenai efek samping sitostatika agar anak dan keluarga tidak cemas dengan perubahan yang terjadi.
5)      Memberikan dukungan mental agar anak tidak merasa rendah diri.
Rencana tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah yang timbul, antara lain :
1.      Monitor tanda-tanda infeksi.
2.      Isolasikan dari penyakit infeksi.
3.      Anjurkan anak untuk memakai masker apabila mengalami neutropenia (jumlah leukosit kurang dari 1.000/m3) dan tidak boleh menjalani kemoterapi.
4.      Monitor tanda pendarahan, seperti petekie (petechie), imien, gusi berdarah.
5.      Kolaborasi dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi :
1)      Prednisone untuk efek anti-inflamasi.
2)      Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel selama metastase.
3)      Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagine (asam amino untuk pertumbuhan tumor).
4)      Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolisme asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan sel-sel cepat membelah.
5)      Merkaptopurin untuk menghalangi sintesis asam nukleat.
6)      Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
7)      Allopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi biokimia.
8)      Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
9)      Daunorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut.A.  Implementasi/Tindakan Keperawatan

1.      Laksanakan intervensi/rencana keperawatan.
2.      Penatalaksanaan keperawatan :
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya.
3.      Penatalaksanaan medis :
1)      Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2)      Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb.). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3)      Sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX), selain itu pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya, sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4)      Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang bebas hama).
5)      Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah mencapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan.
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap UPK bergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
1)      Induksi; dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2)      Konsolidasi; bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3)      Rumat; untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
4)      Reinduksi; dimaksudkan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5)      Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal dan radiasi kranial.
6)      Pengobatan imunologik.
Pola ini dimaksudkan menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna (dengan berbagai cara yang dilakukan di bagian IKA). Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus-menerus. Fungsi sumsum tulang diulang secara rutin setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

B.  Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tercapai tujuan intervensi dari setiap diagnosa keperawatan, yaitu sebagai berikut.
a.       Kondisi pasien baik dan resiko infeksi berkurang atau tidak terjadi infeksi. Dengan kriteria hasil suhu dalam batas normal (36,5ºC-37,5ºC), leukosit dalam batas normal, pasien dapat mengetahui tindakan yang dapat mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
b.      Resiko perdarahan berkurang atau tidak terjadi perdarahan. Dengan kriteria hasil tekanan darah dan nadi stabil, HB dalam batas normal (>10 g / 100 ml), trombosit dalam batas normal (> 50.000 / ml).
c.       Nyeri dapat berkurang atau terkontrol. Dengan kriteria hasil nyeri terkontrol, menunjukkan perilaku penanganan nyeri, tampak dan mampu istirahat atau tidur.
d.      Keterbatasan aktivitas berkurang atau terkontrol. Dengan kriteria hasil
Kelemahan berkurang, cadangan energi terpenuhi, suplay oksigen seimbang.
e.       Pengetahuan  tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, atau misinterprestasi dapat diketahui oleh pasien beserta keluarganya.


Sumber :
Nursalam, Susilaningrum, Rekawati, Utami, Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat Dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, A. Samik Wahab. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J.  2001.  Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif.  1999.  Kapita Selekta Kedokteran EDISI 3 Bagian I.  Jakarta : Media Aesculapius, FKUI.

Perry & Potter.  2000.  Buku Saku Keterampilan & Prosedur Dasar Edisi 3.  Jakarta : EGC.

Oka, P.N.  1993.  Buku Penuntun Ilmu Perawatan Mata.  Surabaya : Airlangga University Press.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

0 komentar:

Posting Komentar