Rabu, 02 November 2011

Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Malnutrisi

1.1    Konsep Dasar Gangguan Pencernaan Malnutrisi

A.  Definisi
Malnutrisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan kurang nutrisi, terutama energi dan protein. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan keadaan tidak cukupnya masukan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan nama marasmus dan kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas, sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.

B.  Etiologi
Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup, informasi teknik pemberian makan yang tidak cukup atau hiegene jelek. Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orang tua-anak terganggu dan anak dari keluarga sosial ekonomi rendah, atau karena kelainan metabolik atau malformasi congenital. Gangguan berat pada sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi mengisap; dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik.

C.  Patofisiologi
Terjadinya kwashiorkor dapat diawali oleh faktor makanan yang kadar proteinnya kurang dari kebutuhan tubuh sehingga akan kekurangan asam amino esensial dalam serum yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perbaikan sel. Kemudian produksi albumin dalam hati pun berkurang, sehingga berbagai kemungkinan terjadi hipoproteinemia yang dapat menyebabkan edema dan akhirnya menyebabkan asites, gangguan mata, kulit, dan lain-lain. Penyakit kwashiorkor umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan sosial-ekonomi yang rendah karena tidak mampu membeli bahan makanan yang mengandung protein hewani (seperti daging, telur, hati, susu, dsb.). Sebenarnya protein nabati yang terdapat pada kedelai, kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut apabila diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak menderita defisiensi protein ini. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada anak dengan golongan umur tertentu, yaitu bayi pada masa disapih dan anak prasekolah (balita), karena pada umur ini relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Walaupun defisiensi protein menjadi penyebab utama penyakit ini, namun selalu disertai defisiensi berbagai nutrient lainnya. Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta hingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
Sedangkan terjadinya marasmus juga dapat disebabkan faktor makanan dengan kadar kalori dan protein yang kurang dari kebutuhan tubuh, sehingga dapat terjadi atrofi jaringan khususnya pada lapisan subkutan dan akhirnya kelihatan kurus seperti orang tua. Marasmus timbul akibat kekurangan energi (kalori) sedangkan kebutuhan protein relatif  cukup. Pada marasmus, pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya, kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat dan dipenuhi oleh makanan yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.A.  Klasifikasi
Malnutrisi energi protein (MEP) ringan, pada keadaan awalnya tidak ditemukan kelainan biokimia tetapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi.  Berikut klasifikasi gangguan gizi.
1.   Berat badan > 120% baku : gizi lebih.
2.   Berat badan 80-120% baku : gizi cukup/ baik.
3.   Berat badan 60-80% baku, tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
4.   Berat badan 60-80% baku, dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
5.   Berat badan < 60%  dari baku, tanpa edema : marasmus.
6.   Berat badan < 60% baku, dengan edema : marasmik-kwashiorkor (MEP berat).

B.  Tanda Dan Gejala
Baik pasien dengan kurang gizi maupun gizi buruk, hampir selalu disertai defisiensi nutrient lain selain kalori dan protein. Gejala yang timbul bergantung pada jenis nutrient yang kurang di dalam dietnya, seperti :
1.   Kekurangan vitamin A, akan menderita defisiensi vitamin A (xeroftalmia). Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Xeroftalmia berlanjut menjadi keratomalasia (buta).
2.   Defisiensi vitamin B1 (tiamin) disebut atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental, dan jantung.
3.   Defisiensi vitamin B2 atau ariboflavinosis. Vitamin B2 atau riboflavin berfungsi sebagai koenzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menimbulkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan mata.
4.   Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5.   Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi anemia pernisiosa. Vitamin B12 dianggap sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik.
6.   Defisiensi asam folat akan menyebabkan timbulnya anemia makrositik megaloblastik, granulositopenia, dan trombositopenia.
7.   Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut (scurvy). Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intrasel. Kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan pula pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang, dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan penting dalam respirasi jaringan.
8.   Defisiensi mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dengan segala akibatnya missal osteoporosis tulang dan anemia, yang paling serius adalah kekurangan yodium karena dapat menyebabkan gondok (goiter) yang merugikan tumbuh kembang anak.

C.  Gambaran Klinis
Gambaran klinis anak penderita malnutrisi adalah sebagai berikut.
1.        Pertumbuhan terganggu, berat dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak normal.
2.        Perubahan mental (cengeng dan apatis).
3.        Edema ringan maupun berat.
4.        Gejala gastrointestinal, seperti anoreksia kadang hebat sehingga berbagai makanan ditolak. Makanan hanya dapat diberikan melalui sonde. Terkadang makanan yang sudah masuk dimuntahkan kembali. Diare hampir selalu ada. Hal tersebut mungkin karena adanya gangguan fungsi hati, pancreas, dan usus. Sering terjadi intoleransi susu sehingga pemberian susu menyebabkan diare bertambah.
5.        Perubahan rambut, sering dijumpai baik bentuk bangun maupun warna. Khas pada pasien kwashiorkor, rambut kepala mudah dicabut, tampak kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya menjadi putih. Tetapi pada bulu mata lebih panjang dari anak normal.
6.        Kulit pasien biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih dalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan bersisik. Yang khas untuk penyakit kwashiorkor yaitu crazy pavement dermatosis berupa bercak-bercak putih merah muda dengan tepi hitam yang ditemukan pada bagian tubuh yang sering tertekan, misalnya di bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, dan lipat paha. Perubahan kulit ini dimulai dari bercak-bercak merah yang dengan cepat bertambah dan berpadu dan akhirnya menjadi hitam dan mengelupas, memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. Crazy pavement dermatosis ditemukan terutama pada kasus edema dan mempunyai prognosis buruk. Jarang ditemukan luka yang bundar atau bujur dengan dasar dalam dan batas jelas serta tak ada radang di sekitarnya.
7.        Pembesaran hati , kadang-kadang batas hati setinggi pusat. Hati teraba kenyal, permukaannya licin dan tepinya tajam. Pada hati yang membesar terdapat perlemakan hebat begitupun hati yang tidak membesar.
8.        Anemia; bila pasien menderita cacingan, anemia lebih menjadi berat. Jenis anemia pada pasien kwashiorkor yang terbanyak normositik normokrom, jumlah sel sistim eritropoietik berkurang dalam sumsum tulang. Hypoplasia atau aplasia sumsum tulang ini disebabkan oleh defisiensi protein dan infeksi yang menahun, defisiensi zat besi, kerusakan hati, insufisiensi hormon, dan sebagainya.
9.        Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, kadar globulin normal atau sedikit meninggi, sehingga perbandingan albumin/globulin terbalik kurang dari 1. Kadar kolestrerol serum rendah.
10.    Pada biopsy hati ditemukan perlemakan yang kadang-kadang demikian hebat, hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak besar, sering ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus.
11.    Hasil autopsy pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan hampir semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, dan sebagainya.
Secara khusus, manifestasi klinik marasmus pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin cerewet (rewel), tetapi kemudian menjadi lesu, dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus, dan sedikit.
Sedangkan manifestasi khusus klinik kwashiorkor tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau iritabilitas. Bila terus maju, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambah kerentanan terhadap infeksi, dan edema. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan. Misalnya campak. Penyakit yang relatif benigna pada anak gizi baik, dapat memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat; sering ada infiltrasi lemak. Edema biasanya terjadi awal; penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh edema, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerolus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Sering ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah desquamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis, serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan coret-coret merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia). Anyaman rambut menjadi kasar pada penyakit kronik. Infeksi dan investasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, muntah dan diare terus-menerus. Otot menjadi lemah, tipis, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma, dan meninggal dapat menyertai.

D.  Pemeriksaan Diagnostik
Pada data laboratorium penurunan albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali menghilang pada stadium akhir. Harga glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat bertipe diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relatif terhadap angka asam amino non-esensial, dan dapat menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke normal sesudah beberapa hari pengobatan. Angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase dan alkalin fosfatase serum turun. Ada penurunan aktivitas enzim pancreas dan santhin oksidase, tetapi angka ini kembali normal segera sesudah mulai pengobatan. Anemia dapat normositil, mikrositik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat. Sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
Diagnosa banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan ketidakmampuan metabolik untuk mensintesis protein.

E.  Penatalaksanaan
*   Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan adalah makanan yang mengandung banyak protein bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing dalam bentuk yang sudah dicerna dan diserap. Karena toleransi makanan masih rendah pada permulaan, maka makanan jangan diberikan sekaligus banyak, tetapi dinaikkan bertahap setiap hari. Diperlukan makanan yang mengandung protein 3-4 gram/ kg BB/ hari 150-175 kalori. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi penyakit penyerta marasmus. Antibiotik efektif harus diberikan parenteral selama 5-10 hari.
Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan secara oral atau dengan pipa nasogastrik. Bayi ASI harus disusui sesering ia menghendaki. Untuk dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika cairan intravena tidak dapat diberikan, infuse intraosseus (sumsum tulang) atau intaperitoneal 70 ml/ kg larutan Ringer Laktat setengah kuat dapat menyelamatkan jiwa.
*   Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/ marasmik kwashiorkor atau melnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/ psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan anak.





2.2Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Pencernaan malnutrisi
A.  Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji adalah data-data yang didapatkan pada anak berkaitan dengan malnutrisi (khas), sebagai berikut.
*        Anamnesa :
1.    Identitas.
2.    Keluhan utama.
3.    Riwayat kesehatan sekarang.
4.    Riwayat kesehatan yang lalu.
5.    Riwayat kesehatan keluarga.
*   Pemeriksaan fisik :
1.    Pada anak penderita kwashiorkor ditemukan keluhan dan gejala, yaitu :
1)        Muka sembab.
2)        Letargi.
3)        Edema.
4)        Warna rambut pirang seperti rambut jagung.
5)        Alopesia (botak).
6)        Anoreksia (kurang nafsu makan).
7)        Anemia (anemis).
8)        Apatis.
9)        Gagal tumbuh.
10)    Pada pemeriksaan antropometri, berat badan dan tinggi badan mengalami keterlambatan.
11)    Jaringan otot mengecil (atrofi).
12)    Jaringan subkutan tipis dan lembut.
13)    Kulit bersisik.
2.    Pada anak penderita marasmus ditemukan keluhan dan gejala, yaitu :
1)        Kurus (perubahan berat badan).
2)        Tampak seperti orang tua (old face).
3)        Letargi.
4)        Ubun-ubun cekung pada bayi.
5)        Malaise.
6)        Asites.
7)        Apatis dan kelaparan.
8)        Pada pemeriksaan antropometri status gizi kurang.
9)        Turgor kulit rusak.
10)    Kulit berkeriput.
11)    Jaringan subkutan hilang.
*   Penunjang diagnosis; pemeriksaan yang sering dilakukan adalah :
1.    Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil :
a)    Hb dan eritrosit menurun.
b)   Leukosit normal, menurun, atau meningkat.
c)    Kadar albumin rendah.
d)   Kadar glukosa darah rendah.
e)    Kadar kolesterol serum rendah.
2.    Pemeriksaan urin, umumnya didapatkan hasil :
a)    Berat jenis urin.
b)   pH urin.
c)    Ketonuria.
d)   Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin turun.
3.    Pemeriksaan Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien.

B.  Diagnosis/Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada bayi dengan malnutrisi energi protein (kwashiorkor dan marasmus) antara lain :
1.      Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan).
2.      Kurang volume cairan.
3.      Gangguan integritas kulit.
4.      Risiko infeksi.
5.      Kurang pengetahuan.

C.  Intervensi/Rencana Tindakan Keperawatan
1.      Kurang Nutrisi (Kurang Dari Kebutuhan)
Masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) pada anak dengan malnutrisi energi dan protein (kwashiorkor dan marasmus) ini disebabkan nafsu makan menurun yang juga dikarenakan gangguan pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang diperlukan dalam pencernaan makanan atau juga adanya atrofi vili usus sehingga dapat mengganggu proses penyerapan. Tujuan rencana keperawatan yang dapat dilakukan adalah mengatasi masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) agar proses metabolisme dalam tubuh kembali normal..
2.      Kurang Volume Cairan
Kekurangan volume cairan pada malnutrisi energi protein dapat disebabkan karena kemampuan proses penyerapan yang kurang dan berkembang biaknya flora usus yang selanjutnya menimbulkan diare. Untuk itu, rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah mengatasi kekurangan volume cairan melalui peningkatan hidrasi. Tanda keberhasilan upaya hidrasi yang ditunjukkan dengan tidak cekungnya daerah ubun-ubun, turgor kulit normal, membrane mukosa lembap, dan jumlah serta berat jenis urin kembali normal.
3.      Gangguan Integritas Kulit
Terjadinya gangguan integritas kulit disebabkan karena tubuh mengalami kekurangan zat gizi zeperti kalori dan protein sehingga memudahkan terjadi kerusakan pada kulit, sangat mudah lecet. Untuk mengatasi masalah tersebut, integritas kulit perlu ditingkatkan. Peningkatannya dapat ditunjukkan oleh kulit yang tidak bersisik, tidak kering, dan elastisitasnya normal.
4.      Risiko Infeksi
Risiko infeksi ini kemungkinan dapat ditemukan pada kurang kalori protein karena penurunan daya tahan tubuh khususnya sistem kekebalan seluler, mengingat kekurangan zat gizi. Risiko infeksi yang dapat ditimbulkan seperti bronkopneumonia, dan tuberculosis.
5.      Kurang Pengetahuan
Masalah kurang pengetahuan pada anak dengan malnutrisi energi protein ini banyak dijumpai pada anak dengan keluarga berpendidikan rendah dengan sosial ekonomi lemah. Hal tersebut dapat juga disebabkan karena minimnya informasi tentang penyediaan cara pemberian makan pada anak dengan gizi yang seimbang. Untuk itu, rencana keperawatan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pengetahuan keluarga.

D.  Implementasi/Tindakan Keperawatan
1.      Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan), tindakan yang dilakukan :
1)      lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap, salah satunya adalah tahap penyesuaian yang dimulai dari pemberian kalori sebanyak 50 kal/ kg bb/ hari dalam cairan 200 ml/ kg bb/ hari pada kwashiorkor dan 250 ml/ kg bb/ hari pada marasmus.
2)      Berikan makanan tinggi kalori (3-4 gram/ kg bb/ hari) dan tinggi protein (160-175 gram/ kg bb/ hari) pada kekurangan energi dan protein berat, serta berikan mineral dan vitamin.
3)      Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg berikan susu rendah laktosa (low lactose milk-LLM) dengan cara 1/3 LLM ditambah glukosa 10% tiap 100 ml susu ditambah 5 gram glukolin untuk mencegah hipoglikemia selama 1-3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3.
4)      Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka pemberian makanan dimulai dengan makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak, tim, dan seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari 50 kal/ kg bb/ hari.
5)      Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan nutrisi; seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi, bising usus, dan tanda vital
2.      Kurang volume cairan, tindakan yang dilakukan :
1)      Berikan cairan tubuh yang cukup melalui rehidrasi jika terjadi dehidrasi.
2)      Monitor keseimbangan cairan tubuh dengan mengukur asupan dan keluaran, dengan cara mengukur berat jenis urin.
3)      Pantau terjadinya kelebihan cairan serta perubahan status dehidrasi.
4)      Berikan penjelasan terhadap makanan yang dianjurkan untuk membantu proses penyerapan, seperti tinggi kalori, tinggi protein, mengandung vitamin, dan mineral.
5)      Lihat pengelolaan diare.
3.      Gangguan integritas kulit, tindakan yang dilakukan :
1)      Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering dengan cara memandikan dua kali sehari dengan air hangat dan apabila kotor atau basah segera ganti pakaian. Keringkan daerah basah dengan memberikan bedak (krim kulit).
2)      Lakukan pergantian posisi tidur setiap 2-3 jam dengan dan lakukan pembersihan pada daerah yang tertekan dengan air hangat, jika perlu gunakan alat matras yang lembut.
3)      Berikan suplemen vitamin.
4)      Berikan penjelasan untuk menghindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit.
5)      Monitor keutuhan kulit setia 6-8 jam.
4.      Risiko infeksi, tindakan yang dilakukan :
1)      Gunakan standar kehati-hatian umum (universal precaution) seperti dalam mencuci tangan, menjaga kebersihan, cara kontak dengan pasien, dan menghindarkan anak dari penyakit infeksi.
2)      Berikan imunisasi pada anak yang belum diimunisasi sesuai dengan jadwal imunisasi.
3)      Pantau adanya tanda lanjut dari infeksi, seperti mengkaji suhu, nadi, leukosit, atau tanda infeksi lainnya.
5.      Kurang pengetahuan, tindakan yang dilakukan :
1)      Ajarkan pada keluarga tentang cara pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan gizi yang seimbang dengan mendemonstrasikan atau memberikan contoh bahan makanan, cara memilih dan memasak, serta tunjukkan makanan pengganti protein hewani apabila dirasakan mahal, seperti tempe, tahu, atau makanan yang dibuat dari kacang-kacangan.
2)      Anjurkan untuk aktif dalam kegiatan posyandu agar pemantauan status gizi dan pemberian makanan tambahan dapat diatasi.

E.  Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tercapai tujuan intervensi dari setiap diagnosa keperawatan, yaitu sebagai berikut.
1.      Masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) teratasi ditandai dengan proses metabolisme dalam tubuh kembali normal.
2.      Peningkatan hidrasi ditunjukkan dengan tidak cekungnya daerah ubun-ubun, turgor kulit normal, membrane mukosa lembap, dan jumlah serta berat jenis urin kembali normal.
3.      Integritas kulit meningkat ditunjukkan oleh kulit yang tidak bersisik, tidak kering, dan elastisitasnya normal.
4.      Risiko infeksi berkurang atau tidak ada sama sekali ditandai dengan peningkatan daya tahan tubuh.
5.      Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang malnutrisi, cara pencegahan, dan cara mengatasinya.


Sumber :
Nursalam, Susilaningrum, Rekawati, Utami, Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat Dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, A. Samik Wahab. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.




0 komentar:

Posting Komentar